Rabu, 20 April 2011

10 Nasihat Ibnul Qayyim Untuk Bersabar Agar Tidak Terjerumus Dalam Lembah Maksiat


Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rasul paling mulia. Amma ba’du.
Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat:
Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.
Kedua, merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…
Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu.
Apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah, karena maksiatakan membuat nikmat hilang dan lenyap
Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.
Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya
Kelima, mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.
Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat…
Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…
Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa.
Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.
Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati… Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.

Selasa, 19 April 2011

Indahnya Kesulitan

Ada seorang teman mengirimkan email. Bertanya kepada saya, apa makna kesulitan bagi Mas Agus? Kemudian saya menjelaskan kepadanya bahwa kesulitan adalah jalan menuju kebahagiaan. Jika kita mampu menyelesaikan setiap kesulitan hidup kita maka kita bisa menemukan kebahagiaan, itulah indahnya sebuah kesulitan, begitu jawab saya kepada teman itu.

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa setiap kali target ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan waktu lebih lama, kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu wa thala zamanuhu. Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target. Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.

Kita sebagai makhluk yang didesain oleh Allah SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal kita bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati kita bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani kita bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat kita dinamis mencari dan dengan hawa nafsu kita menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.

Kita di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain kita juga menyukai kesulitan. Kita tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung. Pokoknya banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa? karena kita memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah.

Adapun kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.

Kesulitan juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia menyadari bahwa kesulitan itu merupakan proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Sedangkan merasa sulit merupakan respon psikologis terhadap problem dan perasaan itu berhubungan dengan tingkat kapasitas kejiwaan yang bersangkutan.



Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.

Kita sebagai makhluk yang didesain oleh Allah SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal kita bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati kita bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani kita bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat kita dinamis mencari dan dengan hawa nafsu kita menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.

Kita di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain kita juga menyukai kesulitan. Kita tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung. Pokoknya banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa? karena kita memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah.

Adapun kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.

Kesulitan juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia menyadari bahwa kesulitan itu merupakan proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Sedangkan merasa sulit merupakan respon psikologis terhadap problem dan perasaan itu berhubungan dengan tingkat kapasitas kejiwaan yang bersangkutan.

Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.

Kita sebagai makhluk yang didesain oleh Allah SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal kita bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati kita bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani kita bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat kita dinamis mencari dan dengan hawa nafsu kita menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.

Kita di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain kita juga menyukai kesulitan. Kita tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung. Pokoknya banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa? karena kita memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah.

Adapun kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.

Kesulitan juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia menyadari bahwa kesulitan itu merupakan proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Sedangkan merasa sulit merupakan respon psikologis terhadap problem dan perasaan itu berhubungan dengan tingkat kapasitas kejiwaan yang bersangkutan.



Oleh: agussyafii